Home

Sabtu, 19 Februari 2011

SM*SH dalam pandangan bangsa rama kuno dan anomali sosial


Salam sejahtera teruntuk kawan-kawan prof yang sedang membaca dimanapun berada.
Nampaknya sekarang ada sebuah anomali sosial yang membuat sejarah baru di belantika musik indonesia.
siapa coba tebak ....
boyband yang lago hot-hotnya menjadi buah bibir dikalangan remaja putri
atau kawan-kawan sejawat pria prof yang menyebut mereka termasuk anggota Himaho??
haahaaaa
terkenal dengan "cenat-cenut" ??
heeheeeee ^.^
yaaaaa.....
they are Sm*sh
kelompok musik yang membawa iklim yang berbeda

Mari kita berdiskusi tentang musi saja dulu
masalah politik, nanti di lain waktu lagi dulu ya...

dengan prof, kita ulas sejara tuntas dan ndak jelas
^^V

Ueforia sm*sh masih akan berlanjut sampai beberapa bulan kemudian.banyak yang beranggapan positif mengenai ini, namun tetap ada pihak kontra yang menganggap ueforia sm*sh merupakan anomali sosial, karena selain hanya meniri boyband-boyband eropa sampai korea, merek abetingkah layaknya homo.
ya....ini wajar kaetika sesuatu yang baru muncul, Saya katakan lahi bahwa Ini keadaan wajar ketika masyarakat terletak pada titik jenuh keberadaan musik yang ada. Pada awal tahun 2008 yang lalu, band-band yang mengusung tema melayu sangat di gemari oleh pasar, yang dalam hal ini adalah masayarakat kita sendiri, bahkan sampai ke negri tetangga. Hal tersebut ternyata bisa di manfaatkan leh sekolompok anak muda, yap
Sm*sh d anggap sesuatu yang baru. Lihat saja pada saat boyband-boyband dari tanah eropa seperti "westlife" atau "blue" ketika itu menjadi dewa musik baru di musik dunia. hampir diseluruh pelosok penjuru membawa band ini dalam mobilnya.

lalu sampai berapa lama hal ini akan bertahan.........
menurut analisi saya jika dilihat dari aspe budaya Indonesia yang "gumunan", konsumtif dan "bosanan", hal ini akan bertahan sampai ada aliran musik baru yang muncul mengisi telinga-telinga haus. Atau mungkin saja sebuah band lama yang menghilang datang dengan musik yang selama ini mereka rindukan.
Apakah itu band sejuta kopi yang menggemparkan pada era 98'an....
kita tunggu saja

namun yang jelas, disini bukan masalah siapa dan apa...
namum bagaimana kita para kaum intelektual muda mensikapi.
mengambil setiap pelajaran yang dapat kita analisis untuk bekal kedpannya.

yang mampu prof analisi disini adalah, inovasi, konsitensi dan kreasi merupakan harga mati dalam menjaga eksistensi popularitas.

jika kawan-kawan dalam sebuah kelompok, organisasi atau sebuah perkumpulan yang membutuhkan eksitensi, maka ketiganya perlu untuk di perhatikan.

2 komentar:

  1. betul-betul
    sekarang ini lebih pada jalan pengikut dari pada menjadi diri sendiri

    BalasHapus