Home

Minggu, 19 April 2015

Korpri Lusuh


Sebuah baju tertengger di atas jemuran, kemudian tersimpan rapi di gantungan lemari. Berjajar dan berhimpit satu dengan yang lain. Pada awalnya mereka sama, lalu diberi warna dan corak, sehingga terlihat berbeda, dan pada ahirnya akan sangat terlihat berbeda seberapa bermanfaat baju-baju tersebut untuk orang lain.

Sebuah prolog dari masa lalu, ketika penulis merasakan arti sebuah "baju". Ketika tiga tahun lalu diangkat menjadi tenaga kerja harian lepas penyuluh pertanian, baju kepegawaian melekat erat dalam tubuh kecil mungil ini. Tiga tahun pula, segala proses pengabdian kepada masyarakat penulis lakukan hanya untuk kepuasan hati. Karna keberhasilan tidak dapat diukur oleh nilai kuantitas.

Dalam beberapa tahun terakhir, penulis mengerti satu hal, bahwa Penyuluh adalah pekerjaan sosial, yang hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang memilih untuk mengabdi, bukan untuk orang-orang yang berorientasi materi. Karna kerja meraka seperti dokter, ketika dibutuhkan mereka harus siap (24 Jam). Jam kerja Penyuluh adalah ketika petani membutuhkan bantuan, bukan seperti pegawai (kantoran) berangkat pagi pulang malam dan sabtu minggu datang. Ini disebabkan, karna penyuluh merupakan pembawa perubahan berupa inovasi-inovasi serta partner kerja petani. Penyuluh harus dapat membaur bersama rekan kerja dilapangan, sehingga sekat-sekat budaya, pengetahuan, jabatan, informasi harus sebesar mungkin dihilangkan. Sebab jika hal tersebut masih ada, akan menjadi dinding pemisah antar rekan kerja. Namun tidak jarang orang-orang yang bertugas seperti saya memilih tidur, duduk-duduk sambil ngopi di kantor, sesekali meraka menyentil petani dari pada membawa perubahan besar untuk kemajuan pertanian nasional, dan parahnya lagi hal tersebut merupakan mental-mental struktural yang hidup dalam lingkaran setan.

Jika dilihat dari sudut pandang global, hal tersebut tidak hanya terjadi dalam satu satuan dinas saja, namun hampir seluruh pemakai baju suci korpri tidak mampu membawa diri dalam lingkungan taman surga semu. Pelayan-pelayan masyarakat ini justru seperti sipir penjara, yang memang harus membina para tahanan, atau jika meminjam istilah pak Basuki (Ahok) ini lah preman yang mempunyai Sk. Penulis Fikir, tulisan ini mewakili masyarakat keseluruhan, dimana pada tempat-tempat pelayanan pemerintah masyarakat tidak diperlakukan dengan baik, bahkan ada suatu anekdot umum didalam birokrat "jika bisa diperlama, kenapa dipercepat". Senyum kecut ini mengartikan bahwa, ini negara atau penajajah.

Sekarang penulis mengajak berimajinasi, berangan-angan betapa indahnya jika semua aparatur atau stakeHolder mempunyai kesadaran dan disiplin posisi. Semua kebutuhan masyarakat dapat dilayani dengan cepat tanpa harus mengluarkan selembar kertas yang dicari dari cucuran keringat, seseorang tua renta yang memakai baju lusuh mendapat salam senyum sapa bak pejabat dengan emas berliannya di kantor-kantor negara. Pajak negara digunakan semaksimal mungkin untuk kepentingan negara, membangun insfrastruktur sehingga perekonomian dapat lebih berkembang. SDM sebagai penggerak roda negara dapat mengeluarkan terobasan serta inovasi yang mampu merubah peradaban yang lebih baik. Setiap orang membawa angin segar dengan ide-ide berliannya. Karena orang-orang didalamnya bukan diambil dari seberapa tebusan untuk menjadi pegawai, tapi memang mereka berkopeten dibidangnya, sekali lagi, bukan anak pejabat dan bukan yang banyak uang, apa lagi hasil dari penjualan sawah ladang agar menjadi Pegawai Negri Sipil, tapi memang orang-orang ini mampu dan mau. Maka terlihatlah right man in the right pleace. ini masyarakat yang makmur.
dan inilah arti dari korpri lusuh. 
baju teteplah baju, dari bahan yang sama dan akan berujung pada tempat yang sama pula
meraka akan terlihat berbeda jika mempunyai selembar arti untuk membawa perubahan, sekecil apapun itu 
namun jika tidak, mereka pun sama seperti sampah dan kain pel.
maka berilah arti pada apa yang kau kenakan. 

Maka pesan penulis, siapapun pembaca dan dimanapun itu, setiap seragam kerja mempunyai tanggung jawab besar di pundak pemakai, maka resapi itu dengan hati dan lakukan pekerjaan pembaca dengan penuh rasa tanggung jawab pula.